health
Yuk Kenali 10 Faktor Risiko dan Gejala Kanker Ovarium Sebelum Terlambat
Kanker ovarium yang menyerang indung telur menjadi ancaman bagi perempuan. Tak hanya menyerang perempuan pada masa pascamenopause atau lanjut usia, kini disinyalir juga bisa terjadi di wanita produktif.
Kanker ovarium yang menyerang indung telur menjadi ancaman bagi perempuan, apalagi pada masa pascamenopause atau lanjut usia. Meski banyak kasus terjadi pada perempuan pascamenopause atau lanjut usia namun kanker ini bisa terjadi pada wanita berusia menengah atau produktif.
kanker yang muncul di jaringan indung telur ini hingga kini belum diketahui pasti penyebabnya. Namun, wanita yang memiliki keluarga dengan riwayat Kanker ovarium diklaim bisa berisiko tinggi terkena Kanker ovarium.
Sebelum terlambat, Dokter spesialis onkologi dr Oni Khonsa Sp OG, Subsp Onk dari RSUP Persahabatan mengungkapkan ada baiknya mengenali enam faktor risiko dan empat gejala yang dapat membantu pasien untuk mendapatkan penanganan tepat dan mengurangi angka kematian.
"Kebanyakan datang terlambat, angka yang datang lebih awal itu jauh lebih dibanding dengan yang telat. Penting untuk tahu tentang 10 faktor risiko dan gejala," ujarnya seperti dikutip Antara pada Sabtu (4/12/2022).
Ia mengemukakan, enam faktor risiko penyebab seseorang terkena Kanker ovarium, yakni memiliki riwayat kista endometrium, keturunan keluarga dengan Kanker ovarium atau payudara, mutasi genetik, jumlah persalinan rendah, gaya hidup yang buruk dan pertambahan usia.
Kemudian dari enam faktor tersebut, juga ditambah dengan empat tanda atau gejala seperti perut kembung, nafsu makan berkurang, sering buat air kecil dan nyeri panggul atau perut. Namun, Kanker ovarium tidak disertai gejala pada stadium awal.
"Kalau kita sudah punya salah satu dari enam faktor risikonya, terus ditambah ada gejala perut kembung, mungkin diare, harus periksa meskipun tidak semua gejala itu pada akhirnya Kanker ovarium," katanya.
Lantaran itu, ia mengatakan, penting untuk mewaspadai setiap tanda dan gejala yang mucul. Karena Kanker ovarium berbeda dengan kanker serviks yang dapat dideteksi lewat papsmear.
"Kalau enggak ada tanda bukan berarti enggak melakukan pemeriksaan, yang muda belum tentu aman. Ketiga ada kolega sedarah, kita harus waspada tapi bukan hanya Kanker ovarium tapi juga kanker payudara, itu satu geng," katanya.
Selain itu, ia mengatakan minimnya informasi dan pengetahuan masyarakat mengenai Kanker ovarium menjadi keprihatinan tersebut.
Padahal, lanjutnya, jika dideteksi lebih dini, maka Kanker ovarium dapat ditangani. Sehingga bisa menambah harapan hidup 94 persen pasiennya, lebih dari lima tahun setelah didiagnosis.
Walau demikian, ia mengungkapkan jika Kanker ovarium masih berada di stadium awal maka kemungkinan keberhasilan penanganan dan pengobatannya cukup besar.
"Di Indonesia itu kalau enggak mau periksa karena takut ketahuan, padahal memang periksaan itu biar ketahuan. Kalau memeriksa sejak awak dampak-dampaknya juga akan rendah," ujarnya.