health
Seorang Ibu Melahirkan di Gunung Slamet Tanpa Bantuan Tenaga Kesehatan, Begini Risikonya
Seorang ibu dilaporkan melahirkan anaknya saat berada di Gunung Slamet, tepatnya di ketinggian 2.510 meter di atas permukaan laut.
Kisah yang dialami Sartini, perempuan berusia 35 tahun cukup unik. Pasalnya ia melahirkan di jalur pendakian Gunung Slamet Kawasan Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada Minggu 29 Januari 2023.
Sartini bukan pendaki gunung, tetapi ia merupakan pedagang yang warungnya berada di ketinggian 2.510 meter di atas permukaan laut. Kesehariannya, ia melayani pendaki yang membutuhkan makan.
Cerita Sartini yang melahirkan di pos pendakian Gunung Slamet ini dilakukan sendiri tanpa bantuan tenaga kesehatan. Dari berbagai informasi yang dihimpun, ia melahirkan pada Minggu pagi sekira jam 09.00 WIB. Kabar persalinan tersebut disampaikan oleh seseorang yang berada di pos 3 pendakian kepada Tim SAR Purbalingga.
Mendapat informasi tersebut, sejumlah petugas SAR bersama petugas kesehatan hingga sejumlah aparat lainnya menuju ke lokasi untuk kemudian mengevakuasi Sartini.
Dari informasi SAR Desa Bambangan dikemukakan, jika Sartini berangkat berjualan di pos 3 pendakian pada Jumat 27 Januari 2023 pagi. Tetapi tiba-tiba Sartini baru merasakan mau melahirkan pada Minggu pagi.
Setelah berhasil dievakuasi hingga kampung di lereng Gunung Slamet tersebut, ibu dan bayi kemudian diperiksa bidan desa setempat. Bersyukur, ibu dan bayi dalam kondisi sehat, sehingga diperbolehkan langsung pulang ke rumahnya.
Tentunya dari pengalaman Sartini yang melahirkan sendiri tanpa bantuan bidan menjadi hal yang tidak lumrah di Indonesia. Untuk kasus Sartini, yakni persalinan karena ibu yang melahirkan sebelum bidan bisa sampai di sana, digolongkan sebagai Born Before Arrival (BBA).
Namun, ibu yang melahirkan sendiri di rumah tanpa bantuan merupakan praktik yang masih jarang kita temui di Indonesia, namun cara melahirkan seperti ini sudah sangat populer di Amerika Serikat.
Dikutip dari Thedailybeast.com, Profesor Obstetri dan Ginekologi New York University School of Medicine Bruce Young mengungkapkan, jika ibu yang melahirkan tanpa bantuan rata-rata bisa mengharapkan kelahiran rumah berjalan lancar sekitar 80 persen. Tetapi sebanyak 20 persen lainnya kemungkinan akan berisiko terjadi komplikasi yang mengancam jiwa untuk ibu atau anak.
Namun di Indonesia sendiri, melahirkan sendiri ditentang dalam dunia kedokteran karena sangat berbahaya. Bahkan bagi calon ibu yang sehat dan berisiko rendah sekalipun, kemungkinan kematian bayi tetap ada.
Tanpa penanganan yang tepat, detak jantung bayi dapat mendadak menurun drastis saat keluar dari tubuh ibunya. Menurut Dr Budihardja Singgih, Senior Government Advisor dari USAID Jalin, sesuai kebijakan Kemenkes (Kementerian Kesehatan), semua persalinan harus dilakukan di rumah sakit atau minimal fasilitas kesehatan tingkat pertama, yaitu Puskesmas.
Jadi kalau ada komplikasi, bisa segera dirujuk ke rumah sakit.