health
Buat Perokok! Ternyata Kebiasaan Merokok Berpeluang Besar Terkena Tuberkulosis
Kebiasaan merokok berdampak kurang baik bagi kesehatan, salah satunya risiko perokok terkena penyakit tuberkulosis atau TB.
Kebiasaan merokok sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Tentunya kebiasaan merokok berdampak kurang baik bagi kesehatan, salah satunya risiko perokok terkena penyakit tuberkulosis atau TB.
Menurut penjelasan Guru Besar Fakulta Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama, perokok berpeluang besar menderita sakit hingga mengalami kematian akibat TB.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya data yang menunjukkan satu dari lima pasien TB dunia ternyata berhubungan dengan kebiasaan merokok.
Sedangkan berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada tahun 2021 terungkap jika ada sekitar 34,5 persen penduduk Indonesia merokok atau mengkonsumsi tembakau dalam berbagai jenisnya.
Sebanyak 70,2 juta orang dewasa menggunakan produk tembakau berupa tembakau hisap, tembakau yang dipanaskan dan tembakau kunyah. Penggunaannya sendiri dilakukan tiap hari maupun kadang-kadang.
Karena besarnya risiko tersebut, Prof Tjandra mengemukakan, perlu adanya integrasi antara program tuberkolusis dengan program rokok. Salah satunya, yakni dengan menanyakan kepada setiap pasien TB terkait kebiasaan merokok. Jika ada kebiasaan merokok pada pasien TB, maka harus segera dimasukkan ke dalam program berhenti merokok di pusat layanan kesehatan maupun rumah sakit.
"Saat ini Kementerian Kesehatan dalam proses akhir penyusunan buku Pedoman Integrasi Layanan Upaya Berhenti merokok dan tuberkulosis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang mudah-mudah dapat segera diselesaikan dan diterapkan di lapangan," katanya seperti dikutip Antara.
Selain berisiko TB, ia juga mengingatkan kebiasaan merokok merupakan faktor risiko utama penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Ia mengemukakan, saat ini dilakukan uji coba untuk mendeteksi PPOK pada perokok dengan menggunakan kuesioner yang kemudian dikonfirmasi melalui spirometri di beberapa kabupaten.
"Tahap ini masih dalam bentuk konsultasi tetapi ke depan akan digunakan juga obat dan atau alat tertentu," katanya.