parenting
Latto-latto Bisa Cederai Anak dan Ganggu Lingkungan, Ini Anjuran Guru Besar UGM untuk Parents dan Pendidik
Parents dan pendidik harus bijak menghadapi fenomena latto-latto yang populer di kalangan anak-anak. Meski diakui ada negatifnya, tapi mainan anak ini juga punya banyak sisi positif.
Mainan anak latto-latto belakangan lagi booming. Bagaimana tidak, nggak cuma anak-anak, dewasa hingga lansia nyatanya banyak juga yang memainkan dua benda berbentuk bulat itu.
Sayangnya, latto-latto belakangan makan korban dari cedera ringan, yaitu tangan sakit atau lebam akibat terbentur lato-lato hingga cedera serius seperti yang dialami bocah asal Kalimantan Kalimantan Barat.
Ya, seorang bocah SD berinisial AN diketahui mengalami luka parah pada matanya akibat mainan yang viral itu.
Saat memainkan, latto-lattonya pecah saat diadu hingga serpihannya ada mengenai mata AN. Akibat kejadian itu, bocah tersebut harus operasi mata
Nggak cuma bisa mencederai, latto-latto belakangan juga jadi persoalan lantaran bunyi yang dikeluarkan dari mainan itu -- saat kedua bolanya beradu, dianggap mengganggu lingkungan.
Akibatnya muncul wacana larangan main latto-latto. Wacana ini sontak mendapat tanggapan dari Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Drs. Koentjoro.
Mengutip dari laman UGM, ia berpendapat ada sisi positif yang perlu dipahami oleh masyarakat dari Mainan anak jadul itu. Salah satunya mengurangi ketergantungan anak bermain gadget
Daripada melarang, Prof. Koentjoro lebih merekomendasi untuk memberi pengertian pada anak tentang aturan maupun cara bermain lato-lato yang aman, dan nggak mengganggu lingkungan.
Apalagi sekolah bisa jadi fasilitator bagi anak dalam menyalurkan hobi bermain lato-lato.
Mengadakan lomba lato-lato misalnya, kegiatan positif tersebut, kata Prof. Koentjoro, nggak hanya sebagai sarana menyalurkan hobi anak, tetapi juga mengajarkan bagaimana bermain secara jujur dan sportif.
Prof. Koentjoro memahami wacana larangan bermain latto-latto lantaran ada anak yang terluka ditambah suaranya berisik.
Namun, lanjut dia, peran orangtua dan orang dewasa di sekitar anak bisa berkontribusi untuk mencegah efek buruk tersebut, seperti memeringatkan bahaya bermain latto-latto, sehingga harus berhati-hati.
“Peran orang tua harus ada, bermain dengan aman harus diajarkan kepada anak. Aturan kapan main juga dijelaskan seperti saat memakai HP, agar tidak mengganggu lingkungan,” jelas Prof. Koentjoro.
Sementara, sambung dia, sekolah juga bisa mengingatkan. "Bukan sekadar melarang karena berbahaya atau membiarkan saja, namun anak-anak diingatkan bahaya latto-latto bagi diri sendiri dan orang lain serta kapan bisa bermain biar peka terhadap lingkungan,” jelasnya.
Lebih lanjut Prof. Koentjoro menilai, sejak latto-latto populer, ketergantungan anak terhadap ponsel juga jadi menurun. Ini artinya Mainan anak-anak yang sedang viral tersebut memang ada sisi positifnya.
Selain itu, ada banyak manfaat lain yang dirasakan bila anak-anak senang main lato-lato, seperti berlatih konsentrasi, ketangkasan fisik, kepercayaan diri, sosialisasi, dan lainnya.
“Latto-latto bisa menjadi sarana anak berolahraga, belajar konsentrasi secara murah,” jelasnya.