lifestyle
Pendidikan Seks untuk Anak dan Remaja itu Penting, Begini Menurut Mantan Komisioner KPAI
Pendidikan seks untuk anak dan remaja menjadi salah satu upaya mencegah pernikahan anak yang kerao terjadi.
Bagi Moms and Dads yang memiliki anak memasuki masa puber tentunya memiliki rasa was-was. Apalagi pergaulan di zaman sekarang pada anak dan remaja kerap membuat orangtua cemas. Salah satunya terkait seksualitas.
Fenomena tersebut direspon Pemerhati anak Retno Listyarti. Ia mengemukakan, penting dilakukan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi remaja, terutama usia 13-17 tahun yang mulai menyukai lawan jenis.
Salah satu upayanya yakni memberikan pengetahuan dan kesadaran pada anak dan remaja memahami kewajiban menjaga otoritas tubuh demi kepentingan terbaik bagi masa depannya.
"Pendidikan kesehatan reproduksi secara sinergi dapat dilakukan pada anak-anak oleh guru di lingkungan sekolah dan orang tua di lingkungan keluarga, semua harus berkolaborasi mencegah karena mencegah lebih baik daripada mengobati," kata mantan Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Retno sendiri menyatakan hal tersebut karena melihat fenomena yang terjadi di Kabupaten Ponorogo. Pada wilayah tersebut, masih mencatatkan perkawinan anak yang tinggi.
Pada Tahun 2020, mencapai 241 kasus dispensasi kawin anak, naik menjadi 266 kasus pada 2021. Pada 2022, kasus dispensasi kawin anak mengalami penurunan menjadi 191 kasus.
Lebih lanjut, ia menilai ada beberapa alasan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi penting bagi anak dan remaja.
Pertama, pada masa puber, setiap anak akan mengalami perubahan fisik signifikan, seperti kemampuan sistem reproduksi. Namun, fakta menunjukkan sebagian besar remaja tidak paham dan pada kondisi kesehatan reproduksi, seperti siklus menstruasi dan proses terjadinya kehamilan.
Kedua, tingginya perilaku asusila serta pergaulan bebas oleh remaja banyak diakibatkan berbagai faktor. Penyebab tertinggi, kurangnya pengetahuan tentang seks yang benar baik pada kalangan remaja.
Ketiga, pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja dapat menjadi salah satu solusi agar remaja lebih bijak dan berhati-hati menanggapi perilaku seksual berisiko. Sehingga, dapat terhindar dari berbagai penyakit menular seksual dan dapat menerapkan perilaku sehat.
Ia menyebut, ada beberapa poin penting dalam pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Pertama, remaja harus dididik memahami otoritas tubuhnya.
"Anak berhak menyatakan tidak pada siapa pun yang menyentuh tubuhnya," kata Retno.
Kedua, remaja perlu memahami reproduksi laki-laki dan perempuan berbeda. Laki-laki reproduksi di luar sehingga terlihat ketika ada luka, sedangkan perempuan reproduksi di dalam, sehingga tidak terlihat ketika ada luka.
"Karena reproduksi perempuan di dalam maka jangan pernah memasukan apa pun ke dalam vagina," tutur dia.
Ketiga, remaja harus diberikan pemahaman reproduksi laki-laki tidak berbekas. Sebaliknya, reproduksi perempuan berbekas.
Keempat, reproduksi perempuan lama dan kerentanan panjang, misalnya menstruasi setiap bulan yang dalam prosesnya mengalami risiko, seperti rasa nyeri dan sakit.
Oleh karenanya, untuk kesehatan reproduksi perempuan harus mengganti pembalut setiap kali buang air kecil.
"Begitupun ketika buang air besar, cebok saat membasuh harus dari depan ke belakang, bukan sebaliknya," tutur dia.
Kelima, ketika seorang remaja perempuan hamil, risiko si ibu meninggal saat melahirkan sangat besar. Selain itu, risiko anak terlahir stunting dan kurang gizi juga sangat tinggi.
"Mengingat saat janin di kandungan, terjadi perebutan nutrisi antara bayi dan ibunya yang masih usia anak, yang menang si ibu sehingga nutrisi ke janin menjadi sangat minim," papar Retno.
Keenam, perkawinan usia anak merupakan pintu penderitaan bagi perempuan sepanjang hidupnya. Anak perempuan kehilangan semua haknya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan yang terbaik sebagai anak, hak bermain, hak bersosialisasi dan mengembangkan diri, dan lainnya.