konsultasi
Usia Berapa Sebaiknya Anak Berkebutuhan Khusus dengan Alergi Diterapi?
Parents yang memiliki anak berkebutuhan khusus wajib simak penjelasan psikolog berikut ini.
Parents yang memiliki anak berkebutuhan khusus wajib simak penjelasan psikolog tentang pentingnya terapi dan usia tepat anak dengan kondisi spesial tersebut menjalani terapi.
Tanya:
Memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan tantangan bagi Parentsa dalam hal perawatan dan pengasuhan.
Perlua ekstra perhatian, pengertian dan pemahaman mengingat kondisi fisik dan psikis yang berbeda dengan kebanyakan anak lainnya.
Kondisinya yang spesial tersebut tentu saja memengaruhi tumbuh kembangnya, sehingga anak berkebutuhan khusus memerlukan terapi untuk membantu mengoptimalkan kemampuannya.
Dan, perlu Parents ketahui, anak berkebutuhana khusus biasanya ada alerginya.
Nah, untuk anak berkebutuhan khusus dengan alergi, sebaiknya usia berapa menjalani terapi?
Jawab:
Psikolog anak dan parenting coach Irma Gustiana A, S.Psi., M.Psi mengatakan terapi anak berkebutuhan khusus yang memiliki alergi perlu dilakukan minimal hingga usia sembilan tahun.
Hal itu dikarenakan pada usia delapan sampai sembilan tahun anak akan mengalami perubahan hormonal, sehingga ketika ada transisi dari anak-anak menuju pra-remaja, kondisi ini tetap dalam kontrol profesional.
“Biasanya memang anak-anak ABK itu ada alerginya. Jadi memang tubuhnya sangat sensitif. Oleh karena itu, terapi itu penting bagi mereka hingga minimal 9 tahun. Anak-anak seperti ini butuh pengawasan yang terus menerus sampai nanti mereka bisa bertoleransi,” kata Irma di Jakart, Rabu (10/5/2023).
“Toleransi itu bukan hanya tentang apa yang dia makan. Tetapi juga terhadap lingkungan. Dia bisa adjust atau enggak. Kenapa dia harus diterapi? Karena itu akan membuat dia bisa beradaptasi sama lingkungannya,” imbuhnya.
Selanjutnya, Irma menganjurkan Parents tetap menyekolahkan anak berkebutuhan khusus di sekolah yang sesuai.
Selain itu, penting juga bagi Parents untuk memenuhi nutrisi anak dan mengelola emosi dalam menghadapi buah hati yang memiliki kebutuhan khusus.
Akan tetapi, Irma juga mengingatkan Parents tetap menjaga anak dari paparan hal-hal yang memicu alergi pada anak terlebih apabila reaksinya cukup berat.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan tidak menunjukkannya di hadapan sang anak.
“Jangan sampai anak itu melihat ada makanan yang memicu dia alergi misalnya coklat. Karena jika dia sudah melihat secara visual, dia pasti ada keinginan. Kalau nggak dipenuhi, kecenderungannya memang akan menunjukkan perilaku yang negatif. Jadi emosinya nggak stabil, tantrum dan lain-lain,” kata lulusan Universitas Indonesia tersebut.
“Jadi untuk meminimalisir kondisi, kalau perlu itu jangan diperlihatkan kepada anak. Nah kalau sudah sekolah dan dia misal lihat temannya makan itu,akan jadi challenge banget. Biasanya kalau sudah sekolah, itu umumnya tumbuh kembangnya sudah ada perkembangan. Sehingga ada beberapa yang sudah bisa diberikan penjelasan,” jelasnya panjang lebar.
Selain itu, membiasakan anak membawa bekal ke sekolah juga dapat membantu.
Dengan demikian, anak lebih terbiasa untuk mengonsumsi bekal dan tidak akan tertarik dengan yang bukan menjadi kebiasaannya.